Judul Buku : The Life-Changing Magic of Tidying Up
Penulis : Marie Kondo
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2016
Jumlah Halaman : 206 halaman
Apakah setiap kali lemari pakaian di rumahmu tidak cukup menampung muatan di dalamnya, kamu akan berpikir membeli lemari yang lebih besar? Kalau iya, kamu perlu membaca buku ini The Life-Changing Magic of Tidying Up karya Marie Kondo, buku yang bikin banyak orang akhirnya sadar bahwa punya banyak barang itu bukan soal ruang sempit, tapi juga soal cara kita hidup.
Buku ini mungkin akan sedikit menampar kesadaran kita bahwa ternyata seni beres-beres itu bukan sekedar rutinitas tapi juga keterampilan hidup berharga yang wajib dipunya. It’s not just a temporary lifestyle trend, but a long-term habit with lasting benefits for your life.
Kalau kamu pikir nggak bisa jaga kerapian rumah itu persoalan sepele, kamu keliru. Sebab Marie Kondo sampai melakoni profesi sebagai konsultan beres-beres saking mendesaknya kebutuhan akan itu. Ia membantu klien mengubah rumah yang berantakan menjadi lebih rapi dan tenang. Melalui pengalaman itulah buku ini menawarkan metode KonMari yang bukan hanya sekedar menjelaskan cara menyortir, mengatur, dan menyimpan barang tetapi juga menjadi panduan untuk berpikir dan menempuh gaya hidup rapi.
Hal yang membuat buku ini hidup adalah karena penulisnya punya ketertarikan merapikan barang sejak kecil dan ia benar-benar menggeluti itu dalam profesi profesionalnya. Saking seriusnya, ia mempelajari berbagai teknik dan nilai yang bisa dijadikan dasar untuk memulai dan mempertahankan gaya hidup ini.
Beberapa tips beberes dari Marie Kondo :
✨ Jangan mencoba membersihkan seluruh rumah sekaligus. Kita akan kelelahan dan tidak enjoy melakukannya. Biasakan untuk membereskan sedikit demi sedikit. Mulailah dengan perlahan dan buang satu barang saja setiap hari.

✨Merapikan hanyalah alat, bukan tujuan akhir. Tujuan sebenarnya adalah untuk membangun gaya hidup yang paling kita inginkan setelah rumah tertata rapi. Urutkan berdasarkan kategori, bukan berdasarkan lokasi.

✨Proses memutuskan apa yang harus disimpan dan apa yang harus dibuang dapat dimulai dari barang yang paling mudah, yaitu pakaian. Sebagai barang yang nilai kelangkaannya sangat rendah, kita bakal ngerasa lebih mudah menyortinya. Urutan terbaik adalah ini: pakaian pertama, lalu buku, kertas, komono (barang-barang lain), dan terakhir, kenang-kenangan.

✨Penataan yang efektif hanya melibatkan dua tindakan penting: membuang dan memutuskan di mana menyimpan barang. Dari keduanya, membuang harus dilakukan terlebih dahulu.

Dee Lestari pun sepakat bahwa buku ini layak dijadikan panduan hidup. Ia menyoroti fenomena yang dialami oleh kelas menengah, golongan yang hidup dalam atmosfer konsumerisme, selalu tergoda untuk membeli barang baru meskipun sudah memiliki lebih dari cukup. Kebiasaan ini, ditambah dengan kesulitan membuang barang, membuat kita terjebak dalam kondisi yang ia sebut sebagai obesistuff. Dan, ya, tanpa disadari, kita mungkin adalah bagian dari itu yakni gemar menimbun barang atas nama “sayang kalau dibuang” atau alasan sentimental lainnya.
“Agar bisa sepenuh hati mensyukuri hal-hal yang paling penting bagi Anda, pertama-tama Anda harus membuang barang-barang yang sudah tidak bermanfaat.”
Secara pribadi, aku sudah mulai menerapkan konsep decluttering meskipun belum totalitas dan tanpa batas 😂. Awalnya aku pikir ini cuma soal merapikan. Tapi ternyata lebih jauh dari itu.
Decluttering bukan cuma tentang buang-buang barang, tapi juga soal belajar melepaskan.
Melepaskan hal-hal yang tidak lagi relevan, agar kita bisa fokus pada apa yang benar-benar penting.
Untuk saat ini, aku masih fokus pada urusan pakaian dan perabot rumah tangga yang sebisa mungkin tetap efisien dan tidak melebihi kapasitas ruang yang ada. Selama dua tahun terakhir, aku rutin menyumbangkan pakaian layak pakai ke lembaga-lembaga yang amanah. Sementara pakaian yang sudah tidak layak pakai, aku ubah jadi lap untuk keperluan bersih-bersih rumah.
Kata Marie Kondo, “People cannot change their habits without changing their way of thinking.” Dan memang benar, semua ini bukan hal yang mudah. Kalau Marie Kondo bisa tega menyingkirkan barang-barang penuh kenangan seperti pemberian orang lain, hadiah, foto, dan lainnya. Aku belum sesanggup itu dan sepertinya tidak akan. Karena bagiku, barang-barang penuh kenangan seperti surat manis, foto-foto lama, boneka, dan hadiah dari orang-orang tersayang punya nilai emosional yang tak tergantikan. Kadang, aku suka menengoknya kembali di waktu senggang sebagai cara kecil untuk mengenang dan membayar rindu pada orang-orang baik di masa lalu.
Tapi sekali lagi, selama nilai dan fungsi dari barang-barang yang kita miliki masih bisa spark joy, just go for it. Yang penting, kita mampu mengelolanya dengan bijak dan bertanggung jawab. Seni merapikan rumah adalah bagian dari detox your body, mind, and soul. Karena pada akhirnya, kesadaran dan cara pandang seseorang terhadap gaya hidupnya jauh lebih penting daripada sekadar kemampuan menyortir atau menyimpan barang.
So, once again, the way to decide what to keep is to pick up each item and ask yourself, “Does this spark joy?


