Kamu mencintai.
Bagaimana kamu bisa tahu kamu mencintai-sepenuh hati?
Bukankah kamu juga pernah bilang kamu mencintai langit raya, namun tak percaya Tuhan yang menciptakannya?
Kamu bilang Tuhan hanya hasil reka manusia. Sesungguhnya jagat semestalah yang patut dipuja.
Saya menggeleng. Kamu bersikeras.
Tuhan bukan zat yang nyata. Kamu tidak bisa menangkapnya, melihatnya, menyentuhnya. Lantas bagaimana kamu mempercayainya, tanyamu.
Saya menjelaskan panjang lebar. Kamu masih menolak percaya.
Bagaimana saya bisa tahu kamu mencintai-sepenuh hati?
Mungkin saja itu sama seperti kamu mengagumi semesta tapi menolak eksistensi Pencipta. Saya sangsi kamu bahkan tidak tahu darimana cinta itu menjadi ada, berada, dan kamu cuma mengada-ada.
Kamu mencintai. Apakah seperti tetes hujan yang jatuh ke bumi-tumpah-ruah, lalu berhenti, namun selalu konstan? Atau seperti ledakan atom-meledak-ledak awalnya, namun hanya menyisakan porak-poranda.
Tolong, beritahu saya. Bagaimana cara kamu mencintai?
Apakah sederhana-secukupnya namun bermakna? Atau melimpah tak terbendung namun akhirnya merusak?
Karena saya ingin percaya bahwa ada cinta yang lebih dari bendungan kasih Tuhan kepada hamba-Nya.


