Saya tahu malam-malammu berat. Bahkan kian hari terasa semakin jahat. Dunia mungkin sedang giat-giatnya mengujimu. Tangisan, marah, kesendirian, kamu telan semuanya tanpa mau ada yang tahu. Dan tanpa ada yang mau tahu.
Tidak apa-apa, katamu. Cuma kamu sudah cukup. Tapi saya selalu tahu.
Kadang kamu ingin menyalahkan semesta. Kadang kamu mempertanyakan eksistensi rasa sabar tak ada batasnya. Kadang kamu ingin meledak tapi tak bersuara. Dan kadang kamu tidak berhenti menimpa semua kesalahan pada diri sendiri.
Sungguh, saya ingin membaca matamu. Jadi tak perlu menebak siapa yang bertanggungjawab atas sakit hatimu. Saya ingin menjelajahi pikiranmu. Jadi tak perlu bertanya-tanya pencipta setiap luka yang menyayatmu. Saya ingin.
Dan saya tahu. Saya selalu tahu kamu menangis diam-diam di dalam kamar. Tapi kemudian keluar dengan senyum sambil berkelakar. Saya selalu tahu kamu menghabiskan berjam-jam di kamar mandi tanpa suara debur air. Tapi kemudian keluar dengan tawa yang lembut mengalir.
Saya ingin lebih tahu. Karena saya hanya bisa menatap dari balik pintu. Tanpa bisa masuk untuk memelukmu. Tapi kamu perlu tahu, saya tidak akan pergi jauh-jauh.


