Dalam dinamika pertemanan, ada orang-orang yang selalu menjadi pusat lingkaran sosial, ada yang selalu diundang dalam setiap acara, dan ada pula yang berada di posisi “kadang diajak, kadang tidak”—sebuah posisi yang sering kali terasa membingungkan. Menjadi “outlier” dalam pertemanan bisa menimbulkan perasaan terasing atau bertanya-tanya tentang nilai diri dalam kelompok tersebut.
Namun, apakah menjadi outlier selalu berarti buruk? Tidak selalu. Dalam banyak kasus, ini lebih mencerminkan dinamika sosial yang terus berubah daripada nilai seseorang dalam pertemanan itu sendiri. Beberapa faktor seperti perbedaan minat, kedekatan emosional, atau bahkan sekadar faktor situasional bisa menjadi alasan seseorang hanya diajak dalam kondisi tertentu.
Alih-alih melihatnya sebagai tanda ketidakterimaan, kita bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk memahami bagaimana pola hubungan sosial bekerja dan mengevaluasi kembali lingkungan pertemanan yang benar-benar sehat. Apakah kelompok tersebut benar-benar memberikan ruang bagi kita untuk berkembang? Atau justru membuat kita merasa kurang dihargai?
Selain itu, menjadi seseorang yang tidak selalu “terikat” dalam satu kelompok justru bisa memberi kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai jenis pertemanan, menemukan orang-orang yang lebih sefrekuensi, dan bahkan menikmati waktu sendiri tanpa tekanan sosial.
Tips Menghadapi Situasi sebagai Outlier dalam Pertemanan
1. Terima dan Pahami Dinamika Pertemanan
Tidak semua pertemanan bersifat eksklusif atau mengikat. Beberapa kelompok memang lebih cair dan tidak selalu mengajak semua orang dalam setiap kesempatan. Jangan langsung menyimpulkan bahwa ini berarti kamu tidak dihargai.
2. Bangun Relasi di Luar Lingkaran Itu
Jika kamu merasa tidak selalu menjadi bagian dari suatu kelompok, cobalah membuka diri dan mencari teman dari komunitas lain. Bergabung dalam hobi baru, organisasi, atau grup online bisa memperluas jaringan sosialmu.
3. Jangan Takut untuk Mengajak Lebih Dulu
Kadang kita merasa diabaikan, tetapi sebenarnya teman-teman kita juga tidak selalu berpikir untuk mengajak semua orang. Coba sesekali inisiatif untuk mengajak mereka berkumpul atau sekadar ngobrol.
4. Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas
Tidak perlu memiliki banyak teman agar merasa diterima. Lebih baik punya sedikit teman yang benar-benar peduli daripada berada dalam lingkaran besar tetapi sering merasa diabaikan.
5. Jangan Biarkan Hal Ini Mengganggu Rasa Percaya Dirimu
Status sosial dalam pertemanan bukan ukuran nilai diri. Jangan sampai perasaan “kadang diajak, kadang tidak” membuatmu meragukan diri sendiri atau merasa tidak cukup baik.
6. Manfaatkan Waktu Sendiri dengan Positif
Jika kamu sering tidak diajak dalam suatu acara, manfaatkan waktu tersebut untuk melakukan hal-hal yang kamu sukai, mengembangkan diri, atau sekadar menikmati waktu sendiri dengan nyaman.
7. Evaluasi Lingkungan Pertemananmu
Jika perasaan sebagai “outlier” membuatmu merasa tidak dihargai atau sering terluka, mungkin ini saatnya mempertimbangkan apakah lingkaran pertemanan ini benar-benar sehat untukmu. Tidak ada salahnya mencari lingkungan yang lebih suportif.
Pada akhirnya, memiliki circle sosial itu penting, tapi lebih penting lagi untuk menemukan relasi yang sehat dan saling menghargai. Jika kita sering merasa sebagai outlier dalam suatu pertemanan, mungkin ini saatnya untuk bertanya: apakah ini lingkungan yang benar-benar kita butuhkan? Jika tidak, selalu ada ruang untuk membangun koneksi yang lebih baik di tempat lain.


