Setiap orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda. Ada yang menjunjung tinggi nilai kebebasan dan kompromi, sementara yang lain sangat menekankan kepatuhan. Pada dasarnya, semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Namun, bagi anak yang suka eksplorasi seperti saya, aturan yang ketat sering kali terasa membatasi keberanian dan kemandirian saya. Akibatnya, saya jadi sering ragu-ragu, takut mengambil keputusan, dan merasa bersalah jika harus mendebat aturan yang dibuat Ibu.
Sebetulnya, larangan dan nasihat dari orang tua tidak sepenuhnya salah. Itu adalah bentuk kasih sayang mereka. Tapi, ada kalanya pandangan mereka kurang relevan dengan kondisi zaman sekarang dan seharusnya bisa diperbarui. Saya pernah mencoba membuka ruang diskusi dengan Ibu untuk meninjau kembali beberapa aturannya. Saya membawa argumentasi yang logis dan berharap ada kompromi. Namun, yang terjadi? Saya justru mendapat ceramah panjang lebar. Dari pengalaman itu, saya sadar bahwa menghadapi orang tua yang strict dan anti-kompromi butuh strategi lain. Semoga tiga tips berikut ini bisa membantu!
Hormati Aturan, Jangan Dibantah Tanpa Dasar
Orang tua yang strict biasanya membentuk aturannya berdasarkan kepercayaan, harapan, kekhawatiran, dan pengalaman pribadinya. Mereka sangat yakin bahwa disiplin dan kepatuhan adalah kunci keberhasilan hidup. Maka dari itu, mereka merasa aturan yang ketat adalah yang terbaik dan tidak boleh diganggu gugat.
Saya ingat, Ibu saya paling tidak suka jika ada anaknya yang membantah secara langsung. Beliau lebih suka jika anaknya menurut dan tidak banyak protes. Akibatnya, waktu kecil, saya terkesan penurut di depan, tetapi diam-diam melanggar perintahnya di belakang. Misalnya, Ibu melarang saya mandi di sungai, tetapi karena iri melihat teman-teman bermain air, saya tetap melakukannya secara diam-diam. Awalnya, saya merasa menang karena berhasil pulang dengan baju kering, sehingga tidak ketahuan. Namun, beberapa hari kemudian saya terkena cacar air karena tertular teman saat mandi di sungai. Tentu saja, saat itu Ibu hanya berkata, “Kan sudah dibilangin jangan mandi di sungai!”
Dari situ saya belajar bahwa, jika belum bisa bertanggung jawab penuh atas risiko yang diambil, lebih baik hormati aturan orang tua. Jangan menyalahkan cara pandang mereka yang mungkin terasa usang, karena belum tentu kita punya kematangan berpikir yang cukup untuk membuktikan pendapat sendiri. Jadi, saran saya: hormati aturan yang ada di rumah dan jangan membantah sembarangan.
Berani Membuat Keputusan dan Bertanggung Jawab
Ketika usia dan pengalamanmu sudah cukup matang, cobalah untuk mulai mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Sering kali, orang tua bersikap ketat karena mereka khawatir dengan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Namun, ketika kita bisa membuktikan bahwa kekhawatiran mereka tidak selalu benar, perlahan mereka bisa lebih menerima pilihan kita.
Ibu saya, misalnya, paling takut kalau saya main ke alam, hutan, sungai, laut. Pokoknya, semua tempat yang menurutnya berbahaya dilarang keras. Saya hampir nggak pernah dapat izin main ke pantai dan gunung, semuanya serba nggak boleh. Katanya, “nanti kena ombak bisa tenggelam, nanti jatuh, tersesat di hutan, nggak bisa pulang”. Semua ketakutan itu selalu ia utarakan dan membuat saya semakin sebal.
Sudahlah nggak dapat izin, saya malah dapat ceramah yang rasanya bertentangan dengan niat baik saya. Sampai akhirnya, saya pernah nyeletuk, “Bu, aku mau ke tempat-tempat bagus, kenapa nggak didoain yang baik-baik aja sih?’”
Makanya, banyak hal yang baru bisa saya coba setelah merantau kuliah di Jogja. Saya sering ke pantai, ke gunung, menjelajah sawah, hutan, dan tempat-tempat wisata alam yang dulu jauh dari jangkauan. Awalnya, Ibu masih sering melarang. Pernah suatu kali, saya sudah dalam perjalanan menuju pantai untuk camping, tiba-tiba Ibu menelepon dan menyuruh saya pulang. Jelas saya menolak dan mencoba membujuknya agar memberi restu. Lama-kelamaan, beliau capek juga melarang ini-itu. Akhirnya, saya diizinkan pergi, bahkan sekarang saya sering pamer foto-foto perjalanan kepadanya. Reaksinya? Biasa aja 😀
Namun, ada batas yang tetap saya pegang. Saya tidak akan pergi jika belum mendapatkan restu. Bagi saya, itu bisa berakibat fatal dan saya tidak akan tenang selama perjalanan. Hal paling ekstrem yang pernah saya langgar adalah aturan Ibu untuk fokus kuliah saja tanpa ikut organisasi. Saya tetap bergabung dalam organisasi karena saya suka, ingin mengembangkan diri, dan percaya diri bisa tetap menjaga nilai akademik. Pada akhirnya, saya bisa membuktikan bahwa pilihan saya tidak salah. Hanya saja pada waktu itu, setiap hari berasa uji nyali karena ibu terus-menerus bilang kalau saya sulit lulus gara-gara organisasi rasanya itu akan sulit dimaafkan.
Bangun Kepercayaan dengan Konsistensi
Orang tua yang strict biasanya sulit diyakinkan hanya dengan kata-kata. Mereka butuh bukti nyata sebelum bisa mempercayai sepenuhnya. Oleh karena itu, membangun kepercayaan adalah kunci utama, dan itu harus dilakukan secara konsisten.
Kebebasan hanya bisa didapatkan ketika orang tua tahu bahwa anaknya bisa bertanggung jawab atas keputusannya sendiri. Membangun kepercayaan memang tidak mudah, terutama karena orang tua yang banyak khawatir sering sulit diajak kompromi secara logis—mereka lebih banyak menggunakan perasaan. Tapi, bukan berarti tidak bisa.
Misalnya, jika orang tua awalnya melarang kamu pulang larut malam karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, cobalah buat kesepakatan. Beri tahu mereka kapan dan dengan siapa kamu pergi, lalu tepati janji untuk pulang sesuai waktu yang sudah disepakati. Jika kamu bisa konsisten menepati aturan yang kamu buat sendiri, perlahan mereka akan lebih percaya dan memberi ruang lebih untukmu.
Saya sendiri pernah mengalami hal serupa. Awalnya, Ibu tidak percaya bahwa saya bisa berkendara jauh dari kota ke ibu kota kabupaten yang membutuhkan waktu sekitar empat jam perjalanan. Saat itu, saya mengikuti kemauan Ibu dengan tetap naik taksi setiap kali pulang saat libur kuliah. Tapi, lama-lama saya sadar bahwa biaya taksi dan naik motor sendiri sangat berbeda jauh. Akhirnya, saya memberanikan diri memberi tahu Ibu bahwa saya ingin naik motor saja. Awalnya, tentu ada penolakan. Tapi setelah beberapa kali membuktikan bahwa saya bisa melakukannya dengan aman, kini setiap kali saya pulang naik motor sendirian, Ibu sudah percaya dan tidak khawatir lagi.
*****
Sepengalaman saya, menghadapi orang tua yang strict itu butuh kesabaran ekstra dan strategi yang matang. Yang penting, sebagai anak kita harus bisa memaklumi dan berpikir bagaimana caranya kompromi tanpa menyakiti hati mereka. Karena bagaimanapun juga, dukungan dan kepercayaan dari orang tua adalah sesuatu yang sangat berharga.
Bagi orang tua, anak yang patuh adalah kebahagiaan sejati. Bagi anak, kepercayaan dan dukungan dari orang tua adalah fondasi untuk bertumbuh. Dengan menghormati aturan, bertanggung jawab atas keputusan, dan membangun kepercayaan secara konsisten, kamu bisa menemukan keseimbangan antara menghargai orang tua dan tetap memiliki ruang untuk berkembang.
Jadi, tetap legowo dan chill dalam menjalaninya! 😊


